Museum Pena



Entah sudah berapa abad aku tidak lagi menulis. Begitu banyak kata tapi tak satupun mampu aku tuliskan. Begitu banyak rasa tapi tak bisa tergambarkan. begitu banyak kejadian-kejadian yang tak sempat aku museumkan dalam tulisan. Begitu banyak orang-orang baru yang aku temui yang tak sempat aku jabarkan. Mungkin kita bisa mengingat semua itu dalam memori kita. Tapi saat kita mati apakah memori itu bisa kita bagi? Tidak. Potongan-potongan memori itu akan ikut terkubur tanpa seorangpun tau kisah hidup kita. Itulah gunanya tulisan. Saat kita tiada mereka tetap bisa membaca cerita hidup kita atau bahkan kita bisa memberikan manfaat bagi mereka dari kisah hidup kita atau tulisan-tulisan kecil kita. Ah, seandainya kita memiliki robot penulis yang bisa menuliskan isi kepala kita secara otomatis.
Aku rindu. bukan pada seseorang. Tapi pada kata-kata yang aku tuliskan. Kata-kata yang suatu saat bisa aku baca ulang disaat saraf-saraf otak sudah mulai lemah untuk mengingat.
Aku rindu. bukan pada orang yang memberi kenangan tapi pada KENANGAN itu sendiri. Begitu banyak kerinduan tapi tak seorangpun mengetahuinya. Karena tak ada satupun yang bisa dijelaskan. Hanya rindu.
Place: pantai batakan, south borneo (taken by "positive person")

Dari sebuah foto saja kita bisa bercerita banyak hal menjadi paragraf-paragraf cerita atau bait-bait puisi. Rentetan kejadian memang seharusnya dimuseumkan. Iya, sebut saja museum pena.

No comments:

Post a Comment

Book Review: Antologi Rasa (Cinta yang Bertepuk Sebelah Tangan)

ANTOLOGI RASA Oleh     : Ika Natassa Editor : Rosi L. Simamora Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Desain Cov...